Beranda | Artikel
Makmum Masbuq Waktu Tahiyat Akhir, Buat Jamaah Baru?
Sabtu, 31 Oktober 2015

Saat Imam Tahiyyat Akhir, Makmum Masbuq Ikut Bergabung Atau Membuat Jama’ah Baru?

Sebagian orang ketika terlambat datang ke masjid, mendapati imam sudah dalam posisi akhir shalat, misalnya duduk tahiyyat akhir. Maka timbullah pertanyaan, apakah sebaiknya ia langsung bergabung dalam jama’ah walau hanya sesaat ataukah membuat jama’ah baru?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.

Pendapat pertama,

Bahwa yang afdhal adalah menunggu sampai imam selesai salam, lalu berjama’ah dengan orang lain yang juga terlambat shalat (membuat jama’ah baru).

Dalil pendapat ini, antara lain:

Hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ

Barang siapa mendapatkan satu raka’at shalat, maka ia telah mendapatkan shalat (berjama’ah).”

(HR. Al-Bukhari no. 580, Muslim no. 1401, Abu Daud no. 1123, An-Nasai no. 552)

Hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ

Barang siapa mendapatkan satu raka’at shalat Subuh sebelum terbit matahari, maka ia telah mendapatkan shalat Subuh (berjama’ah).

(HR. Al-Bukhari no. 579, Muslim no. 1404, Abu Daud no. 412, An-Nasai no. 513, At-Tirmidzi no. 186, lafazh hadits di atas milik Muslim)

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka makmum masbuq yang mendapati imam dalam posisi akhir shalat tidak perlu bergabung dengan jama’ah, karena kurang dari satu raka’at. Hendaknya ia membuat jama’ah baru supaya ia mendapatkan pahala jama’ah (25-27 kali lipat).

Pendapat kedua,

Bahwa yang afdhal adalah langsung masuk dan ikut bersama jama’ah yang ada walau hanya sesaat, seperti duduk tahiyyat akhir.

Dalil pendapat ini, antara lain:

Hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ سَجْدَةً مِنْ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَهَا

Barang siapa mendapatkan satu sujud shalat Subuh sebelum terbit matahari, maka ia telah mendapatkan shalat Subuh (berjama’ah).”

(HR. An-Nasai no. 549, Ahmad no. 10397)

Sekalipun hanya sekedar bagian akhir shalat, jika itu bersama imam maka itu termasuk shalat berjama’ah.

Hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ ، وَأْتُوهَا تَمْشُونَ عَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا ، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Jika shalat telah didirikan (terdengar iqamat), maka janganlah mendatanginya dengan berlari+ (tergesa-gesa). Dan datangilah shalat itu dengan berjalan tenang. Apa yang kamu dapati dari imam, maka kerjakanlah sepertinya, dan apa yang terlewatkan darimu maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 908 dan Muslim no. 151)

Perkataan Nabi فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا (apa yang kamu dapati dari imam, maka kerjakanlah sepertinya) menunjukkan adanya perintah bagi orang yang terlambat berjama’ah untuk mengikuti imam, dalam kondisi apapun imamnya.

Hadits dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu:

سَأَلْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا.

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.”.

(HR. Bukhari no. 527, Muslim no. 264, An-Nasai no. 609, At-Tirmidzi no. 170, Ahmad no. 3967)

Perkataan Nabiالصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا  (shalat pada waktunya) lebih utama daripada yang selainnya. Di antara bentuk shalat pada waktunya adalah shalat bersama jama’ah pertama. Karenanya, jama’ah pertama lebih utama daripada jama’ah yang berikutnya.

Hadits dari sahabat Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ وَحْدَهُ وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلَيْنِ أَزْكَى مِنْ صَلَاتِهِ مَعَ الرَّجُلِ وَمَا كَانُوا أَكْثَرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ

Shalat seseorang bersama satu orang yang lain lebih baik daripada shalatnya sendirian. Dan shalatnya bersama dua orang lebih baik daripada shalat bersama satu orang. Semakin banyak yang shalat bersamanya semakin disukai Allah.”

(HR. An-Nasai no. 842, Ahmad no. 21868, dan lainnya)

Perkataan Nabi (وَمَا كَانُوا أَكْثَرَ فَهُوَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ) (semakin banyak yang shalat bersamanya semakin disukai Allah) menunjukkan bahwa langsung ikut shalat bersama jama’ah pertama lebih utama daripada membuat jama’ah berikutnya, karena umumnya jama’ah pertama lebih banyak jumlahnya dan itu lebih disukai Allah.

Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dianjurkan untuk langsung masuk mengikuti jama’ah pertama walau hanya sesaat dan ia tetap mendapatkan pahala jama’ah.

Pendapat Ketiga

Sebagian ulama mengemukakan pendapat yang menjamak (mengkompromikan) semua dalil. Kaidah yang dipegang oleh para ulama ketika ada beberapa dalil yang shahih namun seakan bertentangan:

الْجَمْعُ مُقَدَّمٌ عَلَى التَّرْجِيْحِ فَإِعْمَالُ جَمِيْعِ النُّصُوْصِ مُقَدَّمٌ عَلَى الْأَخْذِ بِبَعْضِهَا وَ تَرْكِ الْبَعْضِ الْآخَرِ

(Menjamak (kompromi) lebih didahulukan daripada mentarjih, karena beramal dengan semua nash lebih dikedepankan daripada mengamalkan sebagiannya dan meninggalkan sebagian yang lain)

Pendapat ketiga ini memberikan rincian:

  1. Jika makmum masbuq masuk masjid bersama orang yang juga terlambat dan mau berjama’ah, atau ia tahu ada orang yang akan datang dan shalat bersamanya, maka ia tidak bergabung bersama jama’ah yang ada, namun shalat bersama orang yang datang bersamanya dalam jama’ah berikutnya.
  2. Jika tidak ada orang yang datang dan shalat bersamanya dan ia yakin bisa mendapati jama’ah di masjid lain, maka sebaiknya ia pindah ke masjid lain.
  3. Jika tidak ada orang yang datang dan shalat bersamanya meskipun pindah masjid, maka hendaknya langsung masuk dan ikut bersama jama’ah yang ada walau hanya sesaat, karena berjama’ah walau sesaat tetap lebih baik daripada shalat sendirian.

Terdapat kaidah yang berbunyi:

مَا لَا يُدْرَكُ كُلُّهُ لَا يُتْرَكُ كُلُّهُ

(Apa yang tidak bisa dikerjakan semua, maka jangan ditinggalkan semua)

  1. Jika ia akhirnya shalat sendiri, lalu ia mendengar ada orang datang belakangan dan shalat berjama’ah, maka ia boleh memutus shalatnya lalu bergabung dengan jama’ah tersebut, dalam rangka mendapatkan pahala shalat berjama’ah.

Di antara ulama yang mengemukakan pendapat ini adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan para ulama di Lajnah Daimah.

Tambahan Faedah

Ada beberapa poin lain yang perlu ditambahkan dalam masalah ini:

  1. Penulis pernah mendengar Syaikh Shalih Fauzan ketika ditanya ini dalam sesi tanya jawab kajian kitab <كتاب صفة الصلاة من شرح العمدة> tanggal 5 Muharram 1434 mengatakan, boleh memilih, baik bergabung bersama imam yang berada di posisi duduk tahiyyat akhir, maupun menunggu ia salam lalu mendirikan jama’ah kedua, karena masalah ini luas.
  2. Di antara para ulama ada yang mengatakan, jika masjid yang dimasuki makmum masbuq memiliki imam rawatib, maka ia shalat sendiri dan dimakruhkan baginya membuat jama’ah kedua. Adapun jika masjid itu tidak ada imam rawatib (seperti masjid di mall atau pasar –pen), maka ia boleh shalat bersama jama’ah kedua (jika ada). Pembahasan masalah ini bisa dibaca dalam referensi lain.

Ditulis oleh ustadz Muflih Safitra bin Muhammad Saad Aly

Balikpapan, 17 Muharram 1436 H | 29 Oktober 2015


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/25920-makmum-masbuq-waktu-tahiyat-akhir-buat-jamaah-baru.html